Berkurban di Masa Pandemi Sesuai Manhaj Tarjih
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA—Selain ibadah haji dan salat Iduladha, ritual ibadah umat Islam yang dilaksanakan pada bulan Zulhijjah adalah berkurban atau Udhiyah. Hukum ibadah kurban adalah sunah muakadah bagi muslim yang telah memiliki kemampuan untuk berkurban dengan tata cara sesuai tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Hukum ibadah kurban adalah sunah muakadah merujuk pada hadis “Dari Ummu Salamah (diriwayatkan), bahwasanya Nabi saw bersabda: Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Zulhijah), dan salah seorang darimu ingin berkurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya” (HR. Muslim).
“Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Ada tiga hal yang wajib untukku dan sunah untukmu yakni salat witir, menyembelih kurban dan salat duha”, (HR Aḥmad).
Dalam Edaran PP Muhammadiyah no 06/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah Puasa Arafah, Iduladha, Kurban, dan Protokol Ibadah Kurban pada Masa Pandemi Covid-19, menyebut bahwa, Pandemi Covid-19 menimbulkan masalah sosial ekonomi dan meningkatnya jumlah kaum duafa, karena itu sangat disarankan agar umat Islam yang mampu untuk lebih mengutamakan bersedekah berupa uang daripada menyembelih hewan kurban.
Terkait penjelasan diatas, pelaksanaan ibadah kurban harus memperhatikan milai-nilai dasar (al-qiyam alasāsiyyah) dan asas-asas umum (al-uṣūl al-kulliyyah) agama Islam sebagai berikut. Pertama adalah nilai dasar saling membantu (at-taʻāwun) sebagaimana ditegaskan dalam al Qur’an Surat al Ma’idah (5) ayat 2.
Kedua, nilai dasar solidaritas dengan merujuk pada hadis “barangsiapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesengsaraan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesengsaraan hari kiamat, dan barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesukaran, maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat…..” (HR. Muslim).
Selanjutnya yang ketiga adalah asas kemanfaatan sebagai turunan dari nilai dasar solidaritas sosial, “Yang lebih penting didahulukan dari yang penting.” Berdasarkan nilai dasar dan asas umum agama Islam di atas, maka terkait pelaksanaan ibadah kurban di masa pandemi Covid-19 dituntunkan sebagai berikut:
Bagi mereka yang mampu membantu penanggulangan dampak ekonomi Covid-19 sekaligus mampu berkurban, maka dapat melakukan keduanya. Membantu duafa maupun berkurban keduanya mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, namun berdasarkan beberapa dalil, memberi sesuatu yang lebih besar manfaatnya untuk kemaslahatan adalah yang lebih diutamakan.
Namun apabila ada yang berkurban maka dapat dilakukan alternatif berikut ini dengan urutan skala prioritas. Misalnya kurban sebaiknya dikonversi berupa dana dan disalurkan melalui Lazismu untuk didistribusikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar atau diolah menjadi kornet (kemasan kaleng).
Penyembelihan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) agar lebih sesuai syariat dan higienis. Serta, jumlah hewan yang disembelih di luar RPH hendaknya dibatasi (tidak terlalu banyak) untuk menghindari kemubaziran dan distribusi yang merata, disembelih oleh tenaga profesional, mengurangi kerumunan massa, dan pemenuhan protokol kesehatan yang ketat sehingga dapat menjamin keamanan dan keselamatan bersama.
Akan tetapi jika hewan kurban berupa kambing atau domba sebaiknya disembelih di rumah masing-masing oleh tenaga profesional dan apabila mampu dapat disembelih sendiri oleh orang yang berkurban (ṣāhibul-qurbān). Dan pembagian daging kurban diantar oleh panitia ke rumah masing-masing penerima dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Sumber: muhammadiyah.id
Tidak ada komentar